Menanggapi 7 rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menemukan indikasi penyimpangan pada Program Kartu Prakerja yang berpotensi mengakibatkan pada kerugian negara, Anggota Komisi III DPR RI Jazilul Fawaid, mendesak pemerintah untuk melakukan rekomendasi KPK.
Menurut Jazilul Fawaid, indikasi penyimpangan itu sudah lama dicurigai. Hal itu terbukti selama ini banyak pihak menduga Kartu Prakerja banyak masalah, salah sasaran dan pengelolaan.
“Ternyata dugaan ini terkonfirmasi oleh rekomendasi KPK. Saya yakin, KPK telah meneliti dengan cermat dan objektif. Karenanya DPR mendesak Pemerintah untuk menjalankan rekomendasi KPK itu,” ujar Jazilul Fawaid, Jumat (19/6/2020) di Jakarta.
Jazilul Fawaid menilai rekomendasi KPK tersebut apabila diabaikan oleh Pemerintah, tidak hanya akan mengakibatkan kerugian Negara semata melainkan juga akan melahirkan kecurigaan publik terhadap Pemerintah. “Jika rekomendasi KPK itu diabaikan dapat menambah kecurigaan publik,” katanya.
Salah satu rekomendasi KPK yang dipandang sangat penting yakni agar pemerintah menyerahkan pelaksanaan Program Kartu Prakerja kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), serta melibatkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Menurut Wakil Ketua Umum DPP PKB ini, adalah rekomendasi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh Pemerintah.
”Toh bila dialihkan kepada Kemenaker dan BNSP, itu juga merupakan bagian dari ranah eksekutif pemerintah. Dan, kita semua juga akan mengawasi kinerjanya,” tuturnya.
Sebelumnya, KPK menyatakan menemukan indikasi penyimpangan pada program Kartu Prakerja. KPK pun sudah melakukan kajian terkait program Pemerintah ini. Hasilnya, KPK menemukan 7 persoalan pengelolaan program Kartu Prakerja yang berpotensi mengarah pada kerugian negara. Selanjutnya KPK telah memberikan 7 rekomendasi itu kepada Pemerintah.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, 7 rekomendasi itu sebagai berikut:
Pertama, peserta yang disasar pada whitelist atau pekerja terdampak Covid-19 tidak perlu mendaftar secara daring melainkan dihubungi Project Management Office (PMO) atau Manajemen Pelaksana Progam Kartu Prakerja sebagai peserta program.
Kedua, penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya.
Tiga, komite agar meminta legal opinion ke Jamdatun, Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan 8 platform digital apakah termasuk dalam cakupan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah.
Empat, platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan (LPP). Dengan demikian, 250 pelatihan yang terindikasi memiliki potensi konflik kepentingan harus dihentikan penyediaannya.
Lima, kurasi materi pelatihan dan kelayakannya untuk menentukan apakah dilakukan secara daring. “(Kurasi) agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.
Enam, materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan LPP.
Tujuh, pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif. Misalnya, pelatihan harus interaktif sehingga bisa menjamin peserta yang mengikuti pelatihan mengikuti keseluruhan paket.